Aku bertemu dengan lelaki itu, sesaat setelah air mata membuat matanya sembab.
Lelaki itu, yah lelaki itu, lelaki yang kutemui 14 hari lalu di pagar besi pemakaman dengan sekantung merah bunga kertas putih dan flamboyan merah.
Hari ini aku melihatnya kembali, sesaat setelah air mata membuat matanya sembab.
Siapa di satu nisan itu yang membuat kelakiannya begitu rapuh? hei, aku pun sama dengannya, tapi aku perempuan.
Ahh, kufikir tidak.
KEMATIAN… yah dia memang sepaket dengan air mata dan hati yang hancur…
Siapapun… benar jika “KEMATIAN benar dapat memutuskan kebahagian dari diri seseorang, sekejap saja lalu membuatnya nelangsa setengah mati”
Aku bertemu denganya di utara tempatku mengadu rindu, di utara tempat adikku terbaring damai selamanya.
Kudengar langkah setapaknya yang semakin mendekat.
“Itu ayahku, ayah yang takkan bisa lagi kurasakan kehangatan marahnya. Aku begitu merindukannya. Dan kau?”
Di sini terbaring semangat dan semua impianku, wajar jika orang kini mengidentikkanku dengan air mata. Aku pun begitu, begitu merindukannya, begitu merindukan diriku yang dulu. Aku rindu, sampai aku lupa bagaimana caranya untuk tersenyum.
Maukah kau menemaniku menghabiskan bulir-bulir ini?
“Yah, biar kutemani kau”
“Tapi…”
“Maukah kau menikah denganku?”
“Mari kita selesaikan kisah ini. Tentang rahasia “pertemuan saat kau mengunjungi makam adikmu dan saat aku mengunjungi makam ayahku…”